Pages

Labels

Jumat, 15 Juni 2012

kedudukan keluarga dalam islam

        Keluarga merupakan sebuah pondasi dan institusi yang paling dicintai dalam Islam. Masyarakat terbentuk dari unit-unit yang lebih kecil dan keluarga merupakan unit yang paling kuno dan alami serta titik diawalinya kehidupan manusia. Keluarga adalah pusat perkumpulan dan poros untuk melestarikan tradisi-tradisi serta tempat untuk menyemai kasih sayang dan emosional. Unit ini ibarat landasan sebuah komunitas dan ketahanannya akan mendorong ketangguhan sebuah masyarakat.
Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagai institusi terkecil dalam masyarakat, keluarga memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap keberhasilan pembangunan sebuah bangsa. Hal ini terkait erat dengan fungsi keluarga sebagai wahana pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas.
           Keluarga memiliki peran fundamental dalam menjaga bangsa-bangsa dari dekadensi dan kehancuran. Karena itu, undang-undang juga harus disusun untuk mempermudah terbentuknya keluarga, memelihara kesuciannya, dan memperkuat hubungan kekeluargaan berdasarkan hak-hak dan etika Islam. Dari segi psikologi, keluarga juga punya peranan penting dalam meredam emosi, mencegah depresi, dan memberi dampak-dampak psikis lain bagi seseorang. Anak-anak yang kehilangan orang tuanya akan larut dalam kesedihan, diliputi rasa takut, bersikap emosi, dan kehilangan rasa tenang. Dari sini terlihat kontribusi positif keluarga dalam menjaga kesehatan mental dan memberi ketahanan terhadap tekanan-tekanan jiwa dan depresi.
            Tulisan ini mencoba meneliti dan mengkaji kedudukan keluarga dalam kitab suci al-Quran dan riwayat. Kitab wahyu ini dalam berbagai ayatnya menyinggung sejumlah masalah seputar keluarga antara lain, prinsip kesucian keluarga dan prinsip pernikahan. Ini adalah bukti bahwa prinsip pernikahan memiliki berbagai aspek dan juga punya dampak multi dimensi.
Kedua Orang Tua; Poros Keluarga
            Kedua orang tua sebagai poros keluarga mendapat perhatian dan perlakuan khusus dalam Islam. Al-Quran setelah memberi perintah menyembah Allah Swt dan larangan menyekutukan-Nya, juga memerintahkan untuk berbuat baik kepada kedua orang tua.
               Dalam surat An-Nisaa’ ayat 36, Allah Swt berfirman:        “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua.” Surat Al-An’am ayat 151 menyebutkan, “Janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua.” Sementara surat Al-Israa’ menyatakan, “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.”
               Seorang mufassir besar Islam, Allamah Thabathabai ketika menafsirkan ayat 151 surat Al-An’am dalam tafsir al-Mizan menulis, ayat ini menunjukkan bahwa durhaka kepada kedua orang tua termasuk dosa yang paling besar setelah menyekutukan Allah Swt, sebab kelestarian generasi umat manusia tergantung pada eksistensi keluarga yang dibangun atas dasar mawaddah dan rahmah. Dengan melemahnya pilar-pilar keluarga, masyarakat yang terdiri dari individu-individu tidak lagi memiliki kekerabatan di antara mereka dan juga hubungan kasih sayang. Pada akhirnya, masyarakat akan tercerai-berai dan kebahagiaan dunia dan akhirat mereka akan binasa.
              Imam Ali Zainal Abidin As-Sajjad as dalam Risalatul Huquqnya mengatakan, “Adapun hak seorang ibu atas engkau, ketahuilah bahwa ia telah mengandungmu saat tidak ada orang lain yang berbuat seperti itu, ia mempertaruhkan hidupnya demi engkau ketika tidak ada orang lain yang melakukan seperti itu, dan ia memuaskan dahaga seluruh anggota tubuhmu. Ia menutupi dirimu saat engkau tidak memiliki penutup, ia rela diterpa terik matahari sementara engkau terlindungi, ia melupakan tidurnya demi dirimu dan menghabiskan waktunya untukmu di tengah terik panas dan dingin yang menggigil. Dan engkau tidak punya kemampuan untuk berterimakasih kepadanya kecuali dengan pertolongan Tuhan. Sementara hak ayahmu atas engkau, ketahuilah bahwa ia adalah akar dan dasar keberadaanmu. Jika ia tiada, engkau pun tidak akan pernah ada.”
            Dalam surat Ibrahim ayat 24-26, Allah Swt berfirman: “Tidakkah engkau perhatikan bagaimana Allah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya kokoh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan izin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk pula, yang telah dicabut akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun.”
Pernikahan, Mukaddimah Membangun Keluarga
            Membangun keluarga merupakan upaya yang wajib ditempuh oleh setiap pasangan yang diawali dengan pernikahan. Pernikahan adalah hal mendasar dalam membentuk sebuah keluarga Islami. Tanpa pernikahan, mustahil sebuah keluarga akan mencapai kebahagiaan-kebahagiaan yang dijanjikan Islam. Nabi Muhammad Saw sebagai utusan Allah Swt yang menyebarkan agama Islam di bumi ini, memuji institusi keluarga sebagai bagian dari sunah beliau. Dengan demikian, sebuah pernikahan harus betul-betul direncanakan dengan baik dan matang. Termasuk dalam hal ini adalah pemilihan pasangan hidup, yang bukan hanya sekedar atas pertimbangan kecantikan/ketampanan atau pekerjaan dan status sosial ekonominya, tetapi juga agama dan kualitas keluarga tersebut.
             perkawinan tidak hanya diperuntukkan untuk manusia, tapi juga bagi seluruh makhluk hidup. Allah Swt berfirman: “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan.” (QS: Adz-Dzaariyat).
            Allamah Thabathabai dalam tafsir al-Mizan menuturkan, “Perkawinan merupakan bagian alamiah dari manusia dan juga seluruh binatang. Tradisi sosial ini terdapat di tengah seluruh bangsa dan akan selalu ada. Hal ini bukti atas dimensi fitrah perkawinan dan mengingat Islam sebagai agama fitrah, maka agama ini memberikan sakralitas kepada pernikahan.”
            Pernikahan merupakan sebuah ikatan suci untuk mencapai kebahagiaan dan melestarikan generasi manusia. Islam memberikan perhatian khusus kepada masalah ini dan menjadikannya sesuatu yang sakral. Sakralitas pernikahan tertuang dalam berbagai riwayat dan bermacam ungkapan antara lain:
1. Pernikahan adalah sunnah Rasul Saw. “Nikah adalah sunnahku dan barangsiapa yang membenci sunnahku, maka ia bukan dari golonganku.”
2. Keluarga merupakan landasan dan asas yang paling dicintai dalam Islam. Imam Ali Ridha as berkata: “Dalam Islam tidak dibangun sebuah landasan yang paling dicintai oleh Allah Swt selain pernikahan.”
3. Pernikahan akan menjaga agama seseorang. Imam Jakfar Shadiq as berkata: “Barangsiapa yang sudah melakukan pernikahan, maka ia telah menjaga setengah agamanya dan jagalah setengahnya lagi dengan ketaqwaan.”
4. Ada banyak keutamaan yang didapatkan oleh orang yang sudah menikah. Imam Jakfar Shadiq berkata: “Dua rakaat shalat yang didirikan oleh orang yang sudah menikah lebih utama dari 70 rakaat shalat orang yang belum berkeluarga.”
                 Selain riwayat yang mendorong seseorang untuk melakukan pernikahan dan membentuk rumah tangga, Islam juga menyinggung beberapa filosofi pernikahan yang bertujuan mengantarkan manusia kepada kebahagiaan dunia dan akhirat.
a. Pernikahan, kunci ketenangan dan kedamaian
               Dalam al-Quran surat Al-A’raf ayat 189, Allah Swt berfirman: “Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan daripadanya Dia menciptakan istrinya agar dia merasa tenang.” Ayat ini menegaskan bahwa laki-laki dan perempuan berasal dari diri yang satu dan pernikahan sebagai kunci ketenangan. Dalam surat Ar-Ruum ayat 21, Allah Swt berfirman: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadnya, dan dijadikan-Nya di antaramu kasih sayang dan rahmat. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.”
               Pernikahan akan menghadirkan ketenangan, karena laki-laki dan perempuan adalah pelengkap dan pemberi rasa bahagia satu sama lain. Ia tidak akan sempurna tanpa kehadiran pasangannya dan setiap yang kekurangan akan terdorong untuk mencari kesempurnaan. Begitu juga setiap yang membutuhkan akan memiliki kecenderungan alamiah untuk memenuhinya. Oleh karena itu, wajar jika ada daya tarik yang kuat dan alamiah antara seseorang dengan pelengkapnya dan ia akan merasa damai jika sudah meraihnya.
                Dalam pernikahan, manusia akan memperoleh ketenangan dan kedamaian jasmani dan ruhani serta ketenangan dan kedamaian individual dan sosial. Sementara stabilitas kehidupan seseorang akan terganggu dengan meninggalkan pernikahan dan tidak tersalurkannya kebutuhan biologis. Orang yang belum membentuk rumah tangga juga kurang begitu peduli dengan tanggung jawab sosial dan sering terlibat dalam tindakan kriminal. Namun, mereka yang sudah berumah tangga akan merasa lebih bertanggung jawab dan lebih percaya diri, seolah-olah mereka menemukan jati diri baru.
               Setelah menyinggung masalah ketenangan, al-Quran memaparkan prinsip mawaddah dan rahmah. Pada dasarnya, unsur ini adalah perekat dan penyatu masyarakat. Mawaddah dan rahmah antara suami-istri akan menciptakan nuansa kedamaian dan ketenangan.
               Ayatullah Syahid Murthadha Mutahhari mengatakan, “Tidak mengherankan jika sebagian orang tidak bisa membedakan antara syahwat dan kasih sayang. Mereka mengira bahwa hal yang merekatkan suami-istri hanya terbatas pada hawa nafsu dan syahwat. Mereka tidak mengetahui bahwa ada kecenderungan-kecenderungan lain dalam diri manusia selain sifat egoisme dan oportunis, yang justru menjadi sumber pengorbanan dan manifestasi kemanusiaan. Hal ini dalam al-Quran dinamakan mawaddah dan rahmah.”
               Pada intinya, sumber ketertarikan suami-istri dan ketenangan suami di bawah pancaran kasih sayang istri adalah mawaddah dan rahmah yang diberikan Allah Swt kepada keduanya. Tentu saja mawaddah dan rahmah ini terpisah dari hawa nafsu yang juga dimiliki oleh binatang.
b. Menjaga kemuliaan dan kewibawaan manusia
             Masalah penting dalam budaya Islam adalah menjaga kemuliaan dan kewibawaan manusia. Islam melarang segala sesuatu yang akan menjatuhkan harga diri dan kemuliaan seseorang. Dan sebaliknya, mengajurkan sesuatu yang menyebabkan terjaganya kemuliaan manusia. Dalam surat al-Baqarah ayat 187, Allah Swt berfirman: “Istri-istrimu adalah pakaian bagimu dan engkau juga pakaian bagi mereka.” Suami-istri ibarat pakaian satu sama lain dan akan menutupinya dari segala hal yang menjatuhkan kehormatan dan harga diri. Mereka saling menjaga diri agar tidak terseret ke dalam lembah dosa.
             Suami-istri harus saling menjaga rahasia dan menjadi hiasan bagi sesama. Pakaian selain berfungsi sebagai hiasan, juga penutup rahasia keluarga agar aman dari akses orang asing. Mereka juga dianjurkan untuk berupaya menyelesaikan problema-problema rumah tangga secara tertutup, karena al-Quran menilai hubungan rumah dan keluarga sebagai perjanjian yang kuat dan tidak boleh menodainya dengan berbagai alasan. “Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.” (QS: An-Nisaa:21).
c. Pintu menuju keberkahan
             Pada dasarnya, kebanyakan laki-laki dan perempuan menghindari menerima tanggung jawab pernikahan dengan bermacam alasan seperti, kemiskinan dan ketidakmampuan finansial. Namun, al-Quran secara jelas mengingatkan bahwa pintu menuju rezeki dan berkah adalah pernikahan. Dalam surat An-Nuur ayat 32, Allah Swt berfirman: “Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang saleh dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
           Ayat tersebut tidak hanya mengajak kedua orang tua untuk mempersiapkan mukaddimah pernikahan putra-putrinya, tapi juga menyeru siapa saja yang mampu untuk saling membantu. Jika ada kekhawatiran terkait masalah ekonomi, Allah Swt akan menganugerahkan karunia-Nya kepada mereka. Orang-orang yang masih sendiri kurang merasa bertanggung jawab dan tidak memanfaatkan kemampuannya secara maksimal untuk memperoleh pendapatan halal. Akan tetapi setelah berumah tangga, mereka akan menjadi seorang pribadi sosial dan merasa bertanggung jawab atas istri dan anak-anaknya. Mereka akan memanfaatkan seluruh kapasitasnya dan mengambil inisiatif untuk mengatasi berbagai problema hidup.
           Imam Jakfar Shadiq as berkata: “Barangsiapa yang meninggalkan perkawinan karena takut miskin, maka ia telah berburuk sangka kepada Allah Swt.” Dalam riwayat lain, Imam Shadiq as berkata: “Rezeki ada bersama istri dan anak-anak.” Selain bantuan materi, pertolongan ghaib Tuhan juga akan membantu orang-orang yang menikah demi menjaga kemuliaan dan kesuciannya.
d. Kelanjutan dan kelestarian generasi manusia
             Dalam kitab Tauhid Mufaddhal, Imam Jakfar Shadiq as menganggap kebutuhan-kebutuhan yang didasari oleh syahwat sebagai faktor kelanjutan hidup manusia. Allah Swt telah menempatkan sebuah penggerak dalam struktur psikologi manusia, yang akan mendorongnya memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Imam Shadiq as berkata: “Renungkanlah aktivitas-aktivitas manusia mulai dari makan, tidur, dan menyalurkan kebutuhan biologis serta hal-hal lain yang sudah diatur. Sesungguhnya Allah Swt telah menempatkan kekuatan penggerak dalam diri manusia. Kekuatan itu akan mendorong mereka memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.”
e. Kesehatan mental dan keterjagaan dari dosa
              Kebutuhan biologis merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan pada estetika, kasih sayang dan cinta. Naluri kebinatangan akan membawa manfaat bagi manusia selama disalurkan secara benar, proposional, dan legal, namun akan tergolong sejenis penyakit jika bersikap berlebihan. Kini, para ilmuan menemukan berbagai jenis penyakit akibat menuruti keinginan hawa nafsu dan menyalurkannya dengan cara-cara yang tidak benar.
             Islam mengadopsi dua cara untuk menjaga kesehatan mental seseorang. Jalan pertama adalah pernikahan. Sementara cara kedua adalah menerapkan batasan-batasan tertentu untuk mencegah pergaulan bebas, yang dapat meruntuhkan nilai-nilai dan menghancurkan sebuah bangsa.
Kesimpulan
             Keluarga sebagai poros pencipta ketenangan dan kasih sayang, memiliki tempat istimewa dalam Islam. Orang tua dan keluarga punya peran dominan dalam rumah tangga untuk memberi bimbingan dan petunjuk kepada putra-putrinya. Problema keluarga mendapat perhatian berbagai cabang ilmu pengetahuan seperti, sosiologi, psikologi, kriminologi dan ilmu pendidikan.
              Kajian terhadap sejumlah ayat dan riwayat akan mengantarkan kita pada filosofi pernikahan antara lain, pernikahan, faktor ketenangan dan kedamaian, penjaga kemuliaan dan kewibawaan manusia, pintu menuju keberkahan, jalan melestarikan generasi umat manusia, dan solusi menjaga kesehatan mental dan terhindar dari dosa.
             Oleh karena itu, kegoncangan bangunan keluarga dan keruntuhan sistem luhur masyarakat harus dicegah dengan menjaga lingkungan privasi keluarga, mendorong pernikahan, mencegah pergaulan bebas, dan mempermudah pernikahan. Metode seperti ini akan melahirkan keluarga bahagia dan masyarakat yang sehat.
KELUARGA dlm PANDANGAN ISLAM

              penulis Ummu Ishaq Zulfa Husein Al Atsariyyah
Sakinah Mengayuh Biduk 29 - April - 2003 01:21:26
Syaithan begitu berambisi dlm merusak sebuah keluarga. Berbagai upaya ditempuh utk mencapai ambisi itu. Ini disebabkan keluarga merupakan pondasi bagi terbentuk masyarakat muslim yg berkualitas.
               Setiap manusia tentu mendambakan keamanan dan mereka berlomba-lomba utk mewujudkan dgn tiap jalan dan cara yg memungkinkan. Rasa aman ini lbh mereka butuhkan di atas kebutuhan makanan. Karena itu Islam memperhatikan hal ini dgn cara membina manusia sebagai bagian dari masyarakat di atas akidah yg lurus disertai akhlak yg mulia. Bersamaan dgn itu pembinaan individu-individu manusia tdk mungkin dapat terlaksana dgn baik tanpa ada wadah dan lingkungan yg baik. Dari sudut inilah kita dapat melihat nilai sebuah keluarga
                Keluarga dlm pandangan Islam memiliki nilai yg tdk kecil. Bahkan Islam menaruh perhatian besar terhadap kehidupan keluarga dgn meletakkan kaidah-kaidah yg arif guna memelihara kehidupan keluarga dari ketidakharmonisan dan kehancuran. Kenapa demikian besar perhatian Islam? Karena tdk dapat dipungkiri bahwa keluarga adl batu bata pertama utk membangun istana masyarakat muslim dan merupakan madrasah iman yg diharapkan dapat mencetak generasi-generasi muslim yg mampu meninggikan kalimat Allah di muka bumi
               Bila pondasi ini kuat lurus agama dan akhlak anggota mk akan kuat pula masyarakat dan akan terwujud keamanan yg didambakan. Sebalik bila tercerai berai ikatan keluarga dan kerusakan meracuni anggota-anggota mk dampak terlihat pada masyarakat bagaimana kegoncangan melanda dan rapuh kekuatan sehingga tdk diperoleh rasa aman.
              Dengan keterangan di atas pahamlah kita kenapa musuh-musuh Allah dari kalangan syaitan jin dan manusia begitu berambisi utk menghancurkan kehidupan keluarga. Mereka bantu-membantu menyisipkan kebatilan ke dlm keluarga agar apa yg diharapkan Islam dari sebuah keluarga tdk terwujud. Dan sangat disesalkan ibarat gayung bersambut kebatilan itu banyak diserap oleh keluarga muslim. Akibat tatanan rumah tangga hancur dan dampak masyarakat diantar ke bibir jurang kehancuran. Naudzubillah min dzalik!! Kita berlindung kepada Allah dari yg demikian
              Jauh sebelum Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah memperingatkan kita akan makar iblis terhadap anak Adam. Bagaimana iblis begitu bergembira bila anak buah dapat menghancurkan sebuah keluarga memutuskan hubungan antara suami dgn istri sebagai dua tonggak dlm kehidupan keluarga.
             Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda :
“Sesungguh Iblis meletakkan singgasana di atas air kemudian ia mengirim tentara-tentaranya. mk yg paling dekat di antara mereka dgn iblis adl yg paling besar fitnah yg ditimbulkannya. Datang salah seorang dari mereka seraya berkata: Aku telah melakukan ini dan itu. mk Iblis menjawab: “Engkau belum melakukan apa-apa”. Lalu datang yg lain seraya berkata: “Tidaklah aku meninggalkan dia hingga aku berhasil memisahkan dia dgn istrinya”. mk Iblis pun mendekatkan anak buah tersebut dgn diri dan memuji dgn berkata: “Ya engkaulah”.
               Dalam Syarah Shahih Muslim berkata Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan hadits di atas bahwa Iblis bermarkas di lautan dan dari situlah ia mengirim tentara-tentara ke penjuru bumi. Iblis memuji anak buah yg berhasil memisahkan antara suami dgn istri krn kagum dgn apa yg dilakukan dan ia dapat mencapai puncak tujuan yg dikehendaki iblis.
               Sebegitu kuat ambisi iblis dan para syaitan sebagai tentara utk menghancurkan kehidupan keluarga hingga mereka bersedia membantu syaitan dari kalangan manusia utk mengerjakan sihir yg dapat memisahkan suami dgn istrinya. Allah Ta`ala berfirman menyebutkan ihwal orang–orang Yahudi yg biasa melakukan pekerjaan kufur ini guna memisahkan pasangan suami istri:
“orang2 Yahudi itu mengikuti apa yg dibacakan para syaitan pada masa kerajaan Nabi Sulaiman padahal Sulaiman tidaklah kafir namun syaitan- syaitan itulah yg kafir. Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yg diturunkan kepada dua malaikat di Babil yaitu Harut dan Marut sedang kedua tdk mengajarkan sesuatu kepada seorangpun sebelum kedua mengatakan: “Kami hanyalah ujian bagimu mk janganlah engkau kufur dgn belajar sihir”. Maka mereka mempelajari sihir dari kedua yg dgn sihir tersebut mereka bisa memisahkan antara suami dgn istrinya”
             Kita berlindung kepada Allah ta`ala dari kejahatan sihir dan pelakunya!
Pembaca yg semoga dirahmati Allah ta`ala ketahuilah suatu keluarga baru memiliki nilai lbh bila bangunan keluarga itu ditegakkan di atas dasar takwa kepada Allah Ta`ala.
            Untuk kepentingan ini perlu dipersiapkan anggota keluarga yg shalih tentu dimulai dari pasangan suami istri. Seorang pria ketika akan menikah hendak mempersiapkan diri dan melihat kemampuan dirinya. Dia harus membekali diri dgn ilmu agama agar dapat memfungsikan diri sebagai qawwam yg baik dlm rumah tangga
         
    Karena Allah Ta`ala telah menetapkan:
“Kaum pria itu adl pemimpin atas kaum wanita disebabkan Allah telah melebihkan sebagian mereka di atas sebagian yg lain dan krn kaum pria telah membelanjakan harta-harta mereka utk menghidupi wanita”.
             Hendak seorang pria menjatuhkan pilihan hidup kepada wanita yg shalihah krn demikian yg dituntunkan oleh Nabi kita yg mulia Muhammad shallallahu alaihi wasallam
Beliau Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda tentang kelebihan wanita yg shalihah:
“Dunia itu adl perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adl wanita shalihah “.
“Ada empat perkara yg termasuk dari kebahagiaan: istri yg shalihah tempat tinggal yg luas tetangga yg shalih dan tunggangan yg nyaman. Dan ada empat perkara yg termasuk dari kesengsaraan: tetangga yg jelek istri yg jelek tunggangan yg jelek dan tempat tinggal yg sempit”.
Beliau Shallallahu ‘alaihi Wasallam mengabarkan:
“Wanita itu dinikahi krn empat perkara yaitu krn harta kedudukan kecantikan dan agamanya. mk pilihlah wanita yg memiliki agama taribat yadaak “.
              Imam Nawawi rahimahullah menyatakan bahwa yg benar tentang makna hadits di atas adl Nabi shallallahu alaihi wasallam mengabarkan tentang kebiasaan yg dilakukan manusia. Mereka ketika hendak menikah memilih wanita dgn melihat empat perkara tersebut dan mereka mengakhirkan pertimbangan agama si wanita . mk hendaklah engkau wahai orang yg meminta bimbingan memilih wanita yg baik agamanya.
              Imam Nawawi melanjutkan: “Dalam hadits ini ada hasungan utk bergaul/berteman dgn orang yg memiliki agama baik dlm segala sesuatu krn berteman dgn mereka bisa mengambil faedah dari akhlak mereka barakah mereka dan baik jalan hidup mereka di samping itu kita aman dari kerusakan yg ditimbulkan mereka”.
              Masalah agama ini juga harus menjadi pertimbangan seorang wanita ketika ia memutuskan utk menerima pinangan seorang pria krn pria yg shalih ini bila mencintai istri mk ia akan memuliakan namun bila ia tdk mencintai istri mk ia tdk akan menghinakannya. Dan hal ini harus menjadi perhatian wali si wanita krn Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda :
“Apabila datang kepada kalian orang yg kalian ridla agama dan akhlak mk nikahkanlah laki2 itu kalau tdk kalian lakukan hal tersebut niscaya akan terjadi fitnah di muka bumi dan terjadi kerusakan yg merata”.
               Di antara yg dijadikan Islam sebagai tujuan berumah tangga dan dibentuk sebuah keluarga adl utk memperbanyak umat Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Karena itu ketika datang seorang pria menghadap beliau dan mengatakan : “Aku mendapatkan seorang wanita yg memiliki kecantikan dan keturunan namun ia tdk dapat melahirkan apakah boleh aku menikahi ?” Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjawab: “Jangan menikahinya”. Kemudian pria tadi datang menghadap Nabi utk kedua kali dan mengutarakan keinginan utk menikahi wanita tersebut namun beliau melarangnya. Kemudian ia datang lagi utk ketiga kali mk beliau shallallahu alaihi wasallam bersabda :
“Nikahilah oleh kalian wanita yg penyayang lagi subur krn aku akan berbangga-bangga dgn banyak kalian di hadapan umat-umat yg lain”.
               Bila tiap muslim memperhatikan dan melaksanakan dgn baik apa yg ditetapkan dan digariskan oleh syariat agama niscaya ia akan mendapatkan kelurusan dan ketenangan dlm hidup termasuk dlm kehidupan berkeluarga. Dan dia benar-benar dapat merasakan tanda kekuasaan Allah ta`ala sebagaimana dlm firman-Nya;
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya Dia menciptakan utk kalian pasangan-pasangan kalian dari diri-diri kalian sendiri agar kalian merasa tenang dgn keberadaaan mereka dan Dia menjadikan di antara kalian rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguh pada yg demikian itu benar-benar terdapat tanda –tanda bagi kaum yg mau berfikir”.
PERANAN KELUARGA DALAM ISLAM

Keluarga mempunyai peranan penting dalam pendidikan, baik dalam lingkungan masyarakat Islam mahupun non-Islam. Karerena keluarga merupakan tempat pertumbuhan anak yang pertama di mana dia mendapatkan pengaruh dari anggota-anggotanya pada masa yang amat penting dan paling kritis dalam pendidikan anak, iaitu tahun-tahun pertama dalam kehidupanya (usia pra-sekolah). Sebab pada masa tersebut apa yang ditanamkan dalam diri anak akan sangat membekas, sehingga tak mudah hilang atau berubah sudahnya.

            Dari sini, keluarga mempunyai peranan besar dalam pembangunan masyarakat. Kerana keluarga merupakan batu pondasi bangunan masyarakat dan tempat pembinaan pertama untuk mencetak dan mempersiapkan personil-personilnya.

            Musuh-musuh Islam telah menyedari pentingya peranan keluarga ini. Maka mereka pun tak segan-segan dalam upaya menghancurkan dan merobohkannya. Mereka mengerahkan segala usaha ntuk mencapai tujuan itu. Sarana yang mereka pergunakan antara lain:

            1. Merosak wanita muslimah dan mempropagandakan kepadanya agar meninggalkan tugasnya yang utama dalam menjaga keluarga dan mempersiapkan generasi.

            2. Merosak generasi muda dengan upaya mendidik mereka di tempat-tempat pengasuhan yang jauh dari keluarga, agar mudah dirosak nantinya.

            3. Merosak masyarakat dengan menyebarkan kerosakan dan kehancuran, sehingga keluarga, individu dan masyarakat seluruhnya dapat dihancurkan.

            Sebelum ini, para ulama umat Islam telah menyedari pentingya pendidikan melalui keluarga. Syaikh Abu Hamid Al Ghazali ketika membahas tentang peranan kedua orangtua dalam pendidikan mengatakan: “Ketahuilah, bahawa anak kecil merupakan amanat bagi kedua orangtuanya. Hatinya yang masih suci merupakan permata alami yang bersih dari pahatan dan bentukan, dia siap diberi pahatan apapun dan condong kepada apa saja yang disodorkan kepadanya. Jika dibiasakan dan diajarkan kebaikan dia akan tumbuh dalam kebaikan dan berbahagialah kedua orangtuanya di dunia dari akherat, juga setiap pendidik dan gurunya. Tapi jika dibiasakan kejelekan dan dibiarkan sebagai mana binatang temak, niscaya akan menjadi jahat dan binasa. Dosanya pun ditanggung oleh penguru dan walinya. Maka hendaklah ia memelihara mendidik dan membina serta mengajarinya akhlak yang baik, menjaganya dari teman-teman jahat, tidak membiasakannya bersenang-senang dan tidak pula menjadikannya suka kemewahan, sehingga akan menghabiskan umurnya untuk mencari hal tersebut bila dewasa.”



Sumber: www.asysyariah.com
Penulis: Sayyid Eshaq Hosseini Kohsari

0 komentar:

Posting Komentar